Ancaman Keracunan Makanan pada Anak: Harus Diwaspadai Keracunan makanan bagi anak bukan sekadar masalah perut mulas atau muntah sesaat. Karena sistem imun dan organ tubuh anak masih dalam tahap perkembangan, paparan mikroba patogen, toksin, atau kontaminan kimia dalam makanan bisa menimbulkan dehidrasi berat, kerusakan ginjal, bahkan kematian dalam kasus ekstrem.
Belakangan ini, sejumlah insiden keracunan massal di sekolah atau dalam program pangan anak menjadi sorotan. IDAI menyatakan bahwa satu anak yang keracunan saja sudah merupakan masalah besar, apalagi ketika puluhan atau ratusan anak terdampak. Oleh karena itu langkah pencegahan harus sistematis, tidak parsial.
“Makanan sehat yang disediakan tanpa memperhatikan keamanan bisa berubah menjadi ancaman tersamar.”
Prinsip Umum Pencegahan: Lima “Kunci” Keamanan Pangan Anak
Sebelum kita masuk ke tindakan praktis, ada beberapa prinsip dasar yang ditekankan dalam pencegahan keracunan makanan pada anak. Prinsip-prinsip ini sering dikemukakan oleh pakar pediatri dan rekomendasi umum IDAI:
- Kebersihan (higienis) sepanjang rantai — dari penyimpanan bahan baku, pengolahan, hingga penyajian.
- Pencahayaan dan ventilasi dapur agar lingkungan tidak lembap dan bakteri tidak berkembang pesat.
- Suhu aman (zona bahaya) — makanan tidak dibiarkan lama dalam suhu antara sekitar 5–60 derajat Celsius, di mana pertumbuhan bakteri sangat tinggi.
- Penyimpanan terpisah dan wadah aman — memisahkan bahan mentah (daging, telur) dari bahan siap santap, menggunakan wadah kedap udara.
- Memasak hingga matang sempurna dan memastikan tidak ada bagian setengah matang, terutama untuk daging, ikan, telur.
Prinsip-prinsip ini harus diterapkan setiap hari, baik di rumah, sekolah, kantin, maupun tempat katering. Tanpa konsistensi, maka upaya pencegahan bisa gagal walau bahan berkualitas tinggi digunakan.
Rekomendasi Spesifik Menurut IDAI untuk Anak
Berangkat dari prinsip umum itu, IDAI memberikan sejumlah rekomendasi spesifik yang bisa diterapkan oleh orang tua, pengelola dapur sekolah, dan pihak terkait:
Cuci Tangan & Kebersihan Diri
Sebelum menyentuh atau menyiapkan makanan, hendaknya anak dan pengolah mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir minimal 20 detik. Hal ini sangat mendasar tetapi sering diabaikan. Kebiasaan ini membantu menekan risiko bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Shigella yang bisa berpindah dari tangan ke makanan.
Selain tangan, peralatan dapur (panci, pisau, talenan) juga wajib dicuci bersih dan disterilisasi secara teratur.
Pilih Bahan yang Segar dan Berkualitas
Bahan makanan yang sudah basi, mendekati tanggal kadaluarsa, atau terlihat kurang segar (bau asam, berlendir) harus dihindari. Untuk telur, misalnya, periksa apakah kulitnya retak atau ada bagian yang keruh — telur dengan kondisi seperti ini berisiko tinggi terkontaminasi bakteri.
Sumber bahan juga penting: membeli dari pedagang tepercaya yang mematuhi standar kebersihan membantu meminimalisasi risiko.
Proses Pengolahan yang Higienis dan Matang
Dalam memasak daging, ikan, ayam, atau produk olahan telur, penting untuk memastikan bahwa suhunya cukup tinggi sehingga mikroba patogen mati. Jangan tinggalkan bagian setengah matang. Gunakan termometer makanan bila perlu.
Minyak goreng harus cukup panas sebelum makanan dicelupkan, dan pastikan tidak menggunakan minyak bekas yang terlalu sering digunakan karena mikroba dan degradasi kimia bisa meningkat.
Penyimpanan Tepat dan Pemanasan Ulang
Setelah dimasak, jangan biarkan makanan di suhu ruang terlalu lama. Menurut prinsip keamanan pangan, makanan siap santap sebaiknya segera dikonsumsi atau segera disimpan dalam kondisi dingin (≤ 5 °C) jika akan disajikan belakangan.
Waktu maksimum di suhu kamar biasanya dua jam (tergantung lingkungan) sebelum risiko kontaminasi meningkat. Bila ingin memanaskan kembali, pastikan seluruh bagian makanan mencapai suhu panas merata (misalnya hingga mendidih atau setidaknya 70–75 °C). Hindari pemanasan berulang kali karena hal ini memperbesar risiko pertumbuhan mikroba.
Pemisahan Antara Bahan Mentah dan Siap Saji
Gunakan talenan, pisau, wadah terpisah untuk bahan mentah (daging, ayam, ikan) dan bahan siap santap (nasi, sayur matang, buah). Jangan biarkan jus daging mentah menetes ke bahan siap makan. Setelah memotong bahan mentah, segera cuci peralatan tersebut sebelum menyentuh bahan lain.
Edukasi & Pengawasan di Sekolah dan Kegiatan Kolektif
Dalam konteks kantin sekolah, kegiatan posko, atau katering massal anak, pengelola harus diarahkan untuk menerapkan SOP keamanan pangan. Sekolah dan instansi pendidikan sebaiknya bekerja sama dengan petugas kesehatan (puskesmas, Dinas Kesehatan) untuk inspeksi, pelatihan bagi tukang masak, serta audit kebersihan.
IDAI menyebutkan bahwa program makanan bergizi gratis harus disertai pengawasan kuat agar insiden keracunan bisa dicegah. Pemerintah dan instansi terkait pun perlu menyiapkan mekanisme mitigasi bila keracunan terjadi.
Mengenali Tanda Awal Keracunan pada Anak
Pencegahan penting, tetapi kemampuan mengenali gejala awal keracunan juga krusial agar penanganan segera dilakukan. Menurut pernyataan IDAI, berikut gejala yang patut diwaspadai:
- Muntah berulang atau terus-menerus
- Diare cair, terkadang disertai lendir atau darah
- Nyeri perut hebat dan kram
- Demam mendadak
- Anak menjadi lesu, lemah, atau sangat rewel
- Dehidrasi: mulut kering, sedikit buang air kecil, mata tenggelam
- Jika dalam muntahan atau tinja terdeteksi darah, segera cari perawatan medis
Ketika gejala muncul, orang tua atau pengasuh disarankan menghentikan konsumsi makanan yang dicurigai sebagai sumber, menyimpan sisa makanan atau kemasan dalam wadah tertutup agar bisa diperiksa oleh petugas kesehatan, serta segera membawa anak ke fasilitas medis bila gejala memburuk.
“Waktu reaksi awal bisa jadi penentu; bukan sekadar obat, tapi seberapa cepat kita merespons.”
Tantangan Praktis & Realitas di Lapangan
Walaupun pedoman terdengar sederhana, kenyataannya banyak tantangan dalam penerapannya, terutama di konteks sehari-hari di rumah maupun sekolah:
- Kapasitas fasilitas dapur sekolah yang terbatas, atau pekerja yang belum paham protokol keamanan pangan
- Anggaran terbatas untuk sarana penyimpanan (kulkas, container kedap udara)
- Keterbatasan pengawasan rutin dari instansi kesehatan di daerah terpencil
- Ketidakdisiplinan dalam kebersihan pribadi dan lingkungan diantara anak-anak
- Kebiasaan menyajikan makanan jauh terlebih dahulu (misalnya memasak pagi untuk siang) sehingga rentan paparan mikroba
Menghadapi tantangan itu, kolaborasi antara orang tua, sekolah, petugas kesehatan, dan pemerintah lokal sangat dibutuhkan agar standar keamanan pangan bisa dipegang bersama.
Peran Keluarga & Lingkungan Sekitar
Di rumah, orang tua bisa mengambil langkah praktis yang tak kalah penting:
- Mengajarkan anak cuci tangan dengan benar sejak usia dini
- Mengontrol jajan anak di luar sekolah; memilih sumber yang bersih dan terpercaya
- Memastikan makanan bekal disimpan dalam wadah kedap dan dalam kondisi dingin bila perlu
- Mengecek ulang makanan matang: baunya, rasanya, dan teksturnya sebelum dikonsumsi
- Membiasakan anak agar melaporkan jika merasa mual, sakit perut, atau gejala tidak biasa setelah makan
Lingkungan sekolah dan komunitas sekitar juga penting: menjaga kebersihan kantin, menyediakan air bersih, dan menolak praktik penyajian makanan di kondisi yang tidak higienis (misalnya di pinggir jalan tanpa penutup).